Senin, 29 Agustus 2011

Menciptakan Perdamaian

BERJUANG MEMBANGUN PERDAMAIAN
Elias Sumardi Dabur

Kita memimpikan suatu dunia yang bebas dari kekerasan. Dunia dengan keadilan dan harapan. Setiap orang hendaknya mengulurkan tangan kepada sesamanya, tanda perdamaian dan persaudaraan (The Prayer) 

Kalimat tersebut adalah penggalan syair lagu yang dinyanyikan oleh Celine Dion dan Andrea Bocelli yang sempat menjadi hits. Populernya lagu ini bisa jadi mewakili harapan atau kerinduan hadirnya damai ditengah realitas-realitas yang menantang: persoalan perang dan kekerasan, ancaman bencana, kemiskinan kronik, kelaparan, perusakan lingkungan hidup, kriminalitas, korupsi, fragmentasi masyarakat, berkembangnya budaya kematian dan kekerasan yang terbentang luas dalam rupa obat-obatan terlarang, epidemi aids, komersialisasi sex, penyebaran materi-materi porno, berkembangnya sikap permisif dalam masyarakat. Semua ini adalah tanda-tanda, atau gambaran-gambaran tidak adanya perdamaian.

Pengertian Damai
Dalam studi perdamaian, perdamaian dipahami dalam dua pengertian. Pertama, perdamaian adalah kondisi tidak adanya atau berkurangnya segala jenis kekerasan. Kedua, perdamaian adalah transformasi konflik kreatif non-kekerasan. Dari dua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perdamaian adalah apa yang kita miliki ketika transformasi konflik yang kreatif berlangsung secara tanpa kekerasan. Perdamaian selain merupakan sebuah keadaan, juga merupakan suatu proses kreatif tanpa kekerasan yang dialami dalam transformasi (fase perkembangan) suatu konflik.
Umumnya pemahaman tentang kekerasan hanya merujuk pada tindakan yang dilakukan secara fisik dan mempunyai akibat secara langsung. Batasan seperti ini terlalu minimalistis karena rujukannya berfokus pada peniadaan atau perusakan fisik semata.
Dewasa ini apa yang menjadi penjelasan bagi pemahaman kita tentang kekerasan adalah hak-hak asasi dan martabat pribadi manusia. Perjuangan atas hak hidup sebagai hak yang paling asasi dipandang sebagai reaksi atau protes atas pengalaman penderitaan manusia . Pengalaman penderitaan itu di banyak tempat pada umumnya diakibatkan oleh kemiskinan, penindasan yang disertai kekerasan dan perlakuan dari struktur yang tidak adil. Di pihak lain, kekerasan sering juga digunakan untuk melindungi atau mengembangkan interese dan nilai-nilai dari kelompok yang kuat. Bentuk-bentuk kekerasan seperti di atas sering menelorkan banyak korban entah dalam bentuk material mau pun rohaniah. Kendati pun demikian, pengertian perdamaian tidak berhenti di situ. Perdamaian bukan sekedar soal ketiadaan kekerasan atau pun situasi yang anti kekerasan. Lebih jauh dari itu perdamaian seharusnya mengandung pengertian keadilan dan kemajuan. Perdamaian dunia tidak akan dicapai bila tingkat penyebaran penyakit, ketidakadilan, kemiskinan dan keadaan putus harapan tidak diminimalisir. Perdamaian bukan soal penggunaan metode kreatif non-kekerasan terhadap setiap bentuk kekerasan, tapi semestinya dapat menciptakan sebuah situasi yang seimbang dan harmoni; yang tidak berat sebelah bagi pihak yang kuat tetapi sama-sama sederajat dan seimbang bagi semua pihak.

Penyebab Tiadanya Perdamaian
Absennya perdamaian sesungguhnya cermin dari kebijakan ekonomi, politik, finansial yang tidak berkeadilan. Kebijakan politik tidak memihak pada tegaknya keadilan dan kedamaian. Tindakan kekuasaan politik dan kekuatan ekonomi cenderung sewenang-wenang yang mewujud secara struktural malah semakin menjadi-jadi. Korupsi, kolusi, nepotisme dan kesewenang-wenangan birokrasi yang masuk ke berbagai segi kehidupan semakin melembaga. Data statistik mengenai perkembangan dan pertumbuhan ekonomi selalu ditampilkan, seolah-olah nasib manusia hanya bergantung pada angka-angka itu. Padahal dibalik data statistik tersebut terdapat persoalan kemanusiaan yang rumit sebagai akibat dari kesenjangan dan ketidakadilan.
Konstelasi politik dewasa ini terjadi war against people, sementara dalam konstelasi ekonomi berlangsung profit over people. Noam Chomsky menyebutkan bahwa dalam kenyataanya realitas politik kekuasaan dijalankan dengan praktek kekerasan terhadap umat manusia, bahkan terhadap rakyatnya sendiri. Kultur teror menjadi bagian dari strategi dan cara penguasaan.





Ciptakan Perdamaian

Dihadapan realitas-realitas demikian, menciptakan perdamaian merupakan tugas mendesak. Membangun perdamaian itu bukanlah suatu utopia, bukan juga cita-cita yang tidak dapat dicapai, bukan mimpi yang tidak bisa direalisasikan. Perdamaian itu mungkin. Karena itu, membangun perdamaian adalah kewajiban kita, tanggung jawab utama kita. Damai itu tidak hanya diinginkan tapi diciptakan. Damai tidak hanya tindakan simbolis, berhenti pada piagam atau kovenan, undang-undang. John F. Kennedy mengatakan bahwa “ damai itu tidak hanya berhenti pada piagam atau kovenan. Ia terletak pada hati dan pikiran semua orang. Jadi, mari kita, tidak meletakan semua harapan pada dokumen semata. Mari kita berjuang membangun perdamaian, sebuah keinginan damai, hasrat bekerja bagi perdamaian di dalam hati dan pikiran semua masyarakat kita. Saya percaya kita bisa. Saya percaya bahwa masalah-masalah menyangkut nasib manusia tidak berada diluar jangkauan manusia.”
Membangun perdamaian melibatkan serangkaian pendekatan, proses, tingkatan yang diperlukan untuk transformasi berkelanjutan, relasi yang penuh damai, dan bentuk dan struktur ketatapemerintahan. Menciptakan perdamaian termasuk membangun hukum dan institusi HAM yang adil dan pemerintahan yang efektif. Singkatnya, membangun perdamaian memerlukan transformasi relasional dan struktural.

@joecsr_777

Tidak ada komentar:

Posting Komentar