* oleh: Romo William P. Saunders *
Terkadang
saya mendengar imam dan juga yang lainnya mengatakan bahwa Trihari Suci
bukanlah bagian dari Masa Prapaskah. Tetapi, jika saya menghitung hari
dari Rabu Abu hingga Sabtu Suci, saya mendapati bahwa jumlahnya baru
genap 40 apabila kita menghitung juga Trihari Suci dan tanpa menghitung
enam hari Minggu sepanjang Masa Prapaskah. Saya tahu bahwa tanggal Rabu
Abu secara khusus ditetapkan supaya Masa Prapaskah berjumlah 40 hari.
Jadi, apakah benar saya mengatakan bahwa ketiga hari dari Trihari Suci
adalah sungguh bagian dari Masa Prapaskah?
~ seorang pembaca di Woodbridge
Seperti
dinyatakan dalam pertanyaan di atas, Masa Prapaskah memang dimulai pada
hari Rabu Abu dan merupakan masa persiapan khusus selama 40 hari untuk
merayakan Paskah. Juga, seperti dinyatakan dalam pertanyaan,
penghitungan “40 hari” dimulai dengan hari Rabu Abu, dengan
mengecualikan hari-hari Minggu sepanjang Masa Prapaskah, dan berakhir
pada hari Sabtu Suci.
Empatpuluh
hari Masa Prapaskah merupakan tradisi yang telah berlangsung lama dalam
Gereja kita, teristimewa setelah disahkannya kekristenan pada tahun
313. Konsili Nicea (tahun 325), dalam hukum disiplinernya, mencatat
bahwa dua sinode provinsial haruslah diselenggarakan setiap tahun, “satu
sebelum Masa Prapaskah selama 40 hari.” St. Sirilus dari Alexandria
(wafat 444) dalam serial “Surat-surat Festal” juga mencatat praktek dan
lamanya Masa Prapaskah, dengan menekankan masa puasa selama 40 hari.
Dan akhirnya, Paus St. Leo (wafat 461) menyampaikan khotbahnya bahwa
umat beriman wajib “melaksanakan puasa mereka sesuai tradisi Apostolik
selama 40 hari”. Orang dapat menyimpulkan bahwa pada akhir abad keempat,
masa persiapan selama 40 hari menyambut Paskah yang disebut sebagai
Masa Prapaskah telah ada, dan bahwa masa ini berakhir pada Hari Raya
Paskah.
“Konstitusi
tentang Liturgi Kudus” Konsili Vatikan II memaklumkan, “Dua ciri khas
Masa Prapaskah - mengenang atau mempersiapkan pembaptisan, dan membina
tobat - haruslah diberi penekanan yang lebih besar dalam liturgi dan
dalam katekese liturgi. Masa Prapaskah merupakan sarana Gereja dalam
mempersiapkan umat beriman untuk merayakan Paskah, sementara mereka
mendengarkan Sabda Tuhan dengan lebih sering dan meluangkan lebih banyak
waktu untuk berdoa” (no. 109). Selanjutnya Konsili menekankan, “Namun
puasa Paska hendaknya dipandang keramat, dan dilaksanakan di mana-mana
pada hari Jumat Sengsara dan Wafat Tuhan, dan bila dipandang berfaedah,
diteruskan sampai Sabtu Suci, supaya dengan demikian hati kita terangkat
dan terbuka untuk menyambut kegembiraan hari Kebangkitan Tuhan” (no.
110). Instruksi ini tampaknya menyatakan bahwa Masa Prapaskah, masa
persiapan dalam doa, puasa dan matiraga terus berlanjut hingga Misa
Paskah pertama, yaitu Misa Malam Paskah.
Namun
demikian, dengan pembaharuan liturgi yang diprakarsai oleh Konsili
Vatikan II, perayaan Trihari Suci (= Triduum) - Kamis Putih, Jumat Agung
dan Paskah - juga dipertimbangkan kembali. Patut diingat bahwa Paus
Pius XII sesungguhnya memulai praktek ini dan pada tahun 1951
mengembalikan Malam Paskah ke tempatnya yang lebih sesuai. Masing-masing
liturgi Kamis Putih, Jumat Agung dan Malam Paskah tidak dipandang
sekedar sebagai perayaan dari peristiwa-peristiwa yang terpisah,
melainkan ketiganya sungguh dipandang sebagai satu misteri keselamatan.
Oleh sebab itu, Misa Perjamuan Malam Terakhir Tuhan pada hari Kamis
Putih tidak diakhiri dengan berkat penutup; melainkan berkat diberikan
di akhir Misa Malam Paskah. Dalam ensikliknya yang indah, “Ecclesia de
Eucharistia” Paus Yohanes Paulus II yang terkasih menulis, “Pencurahan
Roh Kudus telah melahirkan Gereja, dan mengutusnya ke seluruh dunia.
Tetapi saat yang menentukan bagi pencitraannya pastilah pendasaran
Ekaristi di Ruang Perjamuan. Dasar dan sumber mata airnya adalah seluruh
Trihari Suci Paskah. Dan semuanya ini seolah diramu, dipancarkan dan
dipadatkan buat selamanya dalam karunia Ekaristi. Dalam karunia ini,
Yesus Kristus dipercayakan kepada Gereja-Nya, sebagai penghadiran abadi
Misteri Paskah. Dengan itu, Ia membentuk misteri `kesatuan waktu' antara
Trihari Suci dan perlangsungan segala abad” (no. 5). Sebab itu, orang
dapat beragumentasi bahwa Masa Prapaskah berakhir dengan perayaan Misa
Perjamuan Malam Terakhir Tuhan pada hari Kamis Putih, yaitu awal dari
Trihari Suci; namun demikian orang juga akan mendapati Masa Prapaskah
yang kurang dari 40 hari, yang tidak sesuai dengan tradisi yang telah
lama berlangsung.
Jadi,
bagaimana? Mungkin, di sini tradisi mendapatkan penekanan yang lebih.
Seperti dinyatakan di atas, Konsili Vatikan Kedua mengingatkan kita
untuk mempertahankan puasa Paskah sepanjang Masa Prapaskah hingga Malam
Paskah, yaitu Misa Paskah pertama. Namun demikian, kita juga patut
merayakan Triduum sungguh sebagai satu peristiwa penyelamatan yang
memungkinkan kita untuk hidup dalam realitas abadi dari perjamuan malam
terakhir, sengsara, wafat dan kebangkitan Tuhan. Trihari Suci bahkan
merupakan masa persiapan yang terlebih intensif dalam menyambut Paskah
dan menghantar Masa Prapaskah pada puncaknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar