Seputar Adven dan Natal
Mengerti apa yang terjadi di seputar Natal
Setiap
tahun umat Kristiani merayakan Natal. Bagi umat Katolik, perayaan Natal
didahului dengan persiapan masa Natal, yaitu Masa Adven yang merupakan
masa persiapan kedatangan Kristus. Bagi banyak orang, Natal dan Adven
identik dengan pohon natal, kandang natal, dan hadiah natal. Namun,
lebih daripada itu, hal yang terpenting dilakukan adalah persiapan
rohani untuk menyambut Kristus. Namun sayangnya, banyak orang kurang
mengetahui alasan dan makna di balik semua persiapan rohani yang
dilakukan. Artikel ini bertujuan untuk mengupas tradisi di seputar Natal
dan persiapan yang dilakukan selama masa Adven, sehingga kita yang
merayakan akan semakin menghargai apa yang biasa kita lakukan.
Seputar Natal
1. Kedatangan Yesus menjadi Anno Domini
Secara
tidak sadar, sebenarnya dunia mengakui kedatangan Kristus sebagai satu
hal yang begitu istimewa, karena perhitungan kalendar internasional
menggunakan acuan kedatangan Kristus, yaitu yang dinamakan Anno Domini (AD), artinya tahun Tuhan, untuk menandai tahun-tahun sesudah kelahiran Kristus; dan BC, yaitu singkatan dari Before Christ
untuk tahun- tahun sebelum kelahiran Kristus. Dengan demikian,
kedatangan Kristus membagi sejarah manusia menjadi dua, dan titik
pusatnya adalah Kristus sendiri. Ini adalah kenyataan yang terjadi
berabad-abad dan patokan AD dan BC akan terus berlaku sampai akhir
zaman.
Namun, kalau kita mengadakan perhitungan, sebenarnya
kedatangan Kristus bukanlah permulaan tahun AD, namun sekitar 7BC – 5BC.
Dionysius Exiguus (470-544) adalah seorang anggota Scythian monks, yang akhirnya tinggal di Roma sekitar tahun 500. Dionysius adalah orang yang pertama kali memperkenalkan AD (Anno Domini / the year of the Lord) pada waktu dia membuat kalendar Paskah (Easter).
Sistem penanggalan ini menggantikan sistem penanggalan Diocletian,
karena Dionysius tidak ingin menggunakan perhitungan Diocletian, seorang
Kaisar yang menganiaya jemaat Kristen di abad ke-3. Dionysius
mengatakan bahwa Anno Domini dimulai 754 tahun dari pondasi
Roma (A.U.C) atau tahun 1 AD, yaitu tahun dimana Yesus lahir (dalam
perhitungan Dionysius). Namun berdasarkan perhitungan para ahli,
terutama berdasarkan bukti sejarah dari Josephus, maka perhitungan ini
tidaklah benar.
Kitab Matius mengatakan “Sesudah Yesus dilahirkan di Betlehem di tanah Yudea pada zaman raja Herodes, datanglah orang-orang majus dari Timur ke Yerusalem” (Mt 2:1). Josephus, seorang ahli sejarah mengatakan bahwa Raja Herodes meninggal setelah berkuasa selama 34 tahun (de facto) dari meninggalnya Antigonus dan 37 tahun (de jure) sejak Roma mengeluarkan perintah yang menyatakan bahwa dia adalah raja (Josephus, Antiquities, 17,8,1). Antigonus meninggal pada saat Marcus Agrippa dan Lucius Caninius Gallus menjadi konsulat, yaitu pada tahun 37 BC.[1].
Herodes menjadi raja pada saat Caius Domitias Calvinus dan Caius
Asinius Pollio menjadi konsulat pada tahun 40 BC. Perhitungannya adalah
sebagai berikut: Dihitung dari meninggalnya Antigonus: 37 BC – 34 = 3 BC
atau dihitung dari Raja Herodes menjadi raja: 40 BC – 37 = 3 BC.
Oleh
karena itu, raja Herodes dipercaya meninggal sekitar 3 BC – 5 BC, atau
kemungkinan sekitar 4 BC. Hal ini dikarenakan Josephus mengatakan bahwa
pada saat tahun itu juga terjadi gerhana bulan (Josephus, Antiquities,
17,6, 4). Dan gerhana bulan ini terjadi pada tahun 4 BC. Karena Herodes
meninggal tahun 4 BC, maka Kristus harus lahir sebelum tahun 4 BC. Dan
diperkirakan Yesus lahir beberapa tahun sebelum kematian raja Herodes.
Berdasarkan perhitungan tersebut di atas, para ahli percaya bahwa
kelahiran Yesus adalah sekitar tahun 7 BC – 6 BC.
2. Mengapa merayakan Natal tanggal 25 Desember
Setiap
tahun kita merayakan hari Natal, yaitu Hari Kelahiran Yesus Kristus.
Namun mungkin banyak di antara kita yang mempunyai pertanyaan-
pertanyaan sehubungan dengan perayaan Natal, setidak-tidaknya seperti
tiga buah pertanyaan berikut ini. Pertama, tentang asal-usul perayaan
Natal. Kedua, apa perlunya merayakan Natal, mengingat kata Natal tidak
disebut dalam Kitab Suci. Ketiga, bolehkah merayakan Natal sebelum
tanggal 25 Desember?
Memang ada beberapa teori tentang asal mula hari Natal dan Tahun Baru. Menurut Catholic Encyclopedia, pesta Natal pertama kali disebut dalam “Depositio Martyrum” dalam Roman Chronograph 354 (edisi Valentini-Zucchetti (Vatican City, 1942) 2:17). Dan karena Depositio Martyrum ditulis sekitar tahun 336, maka disimpulkan bahwa perayaan Natal dimulai sekitar pertengahan abad ke-4.
Kita
juga tidak tahu secara persis tanggal kelahiran Kristus, namun para
ahli memperkirakan sekitar 8-6 BC (Sebelum Masehi). St. Yohanes
Krisostomus berargumentasi bahwa Natal memang jatuh pada tanggal 25
Desember, dengan perhitungan kelahiran Yohanes Pembaptis. Karena Zakaria
adalah imam agung dan hari silih (Atonement) jatuh pada
tanggal 24 September, maka Yohanes Pembaptis lahir tanggal 24 Juni dan
Kristus lahir enam bulan setelahnya, yaitu tanggal 25 Desember.
Banyak juga orang yang mempercayai bahwa kelahiran Kristus pada tanggal 25 Desember adalah berdasarkan tanggal winter solstice
(25 Desember dalam kalendar Julian). Pada tanggal tersebut matahari
mulai kembali ke utara. Dan pada tanggal yang sama kaum kafir /pagan
berpesta “Dies Natalis Solis Invicti” (perayaan dewa
Matahari). Pada tahun 274, kaisar Aurelian menyatakan bahwa dewa
matahari sebagai pelindung kerajaan Roma, yang pestanya dirayakan setiap
tanggal 25 Desember. Hal ini juga berlaku untuk tahun baru, yang dikatakan berasal dari kebiasaan suku Babilonia. Semua ini merupakan spekulasi.
Namun,
anggaplah bahwa data historis tersebut di atas benar, dan pesta Natal
diambil dari kebiasaan kaum kafir, maka pertanyaannya, apakah kita
sebagai orang Kristen boleh merayakannya? Jawabannya YA, dengan beberapa
alasan:
a. Alasan inkulturasi. Kita
tidak harus menghapus semua hal di dalam sejarah atau kebiasaan tertentu
di dalam kebudayaan tertentu, sejauh itu tidak bertentangan dengan
ajaran dan doktrin Gereja dan juga membantu manusia untuk lebih dapat
menerima Kekristenan. Esensi dari perayaan Natal adalah kita ingin
memperingati kelahiran Yesus Kristus, yang menunjukkan misteri inkarnasi
yaitu Allah menjelma manjadi manusia. Dan karena Yesus adalah Terang
Dunia (Lih. Yoh 8:12; Yoh 9:5), maka sangat wajar untuk mengganti
penyembahan kepada dewa matahari dengan Allah Putera, yaitu Yesus, Sang
Terang Dunia itu. Dan karena Yesus adalah “awal dan akhir” dan datang
“untuk membuat semuanya baru” (Why 21:5-6), maka tahun kelahiran Kristus
diperhitungkan sebagai tahun pertama atau disebut 1 Masehi. Dengan ini,
maka orang-orang yang tadinya merayakan dewa matahari, setelah menjadi
Kristen, mereka merayakan Tuhan yang benar, yaitu Yesus Sang Terang
Dunia. Dan orang-orang tersebut akan dengan mudah menerima Kekristenan,
sedangkan Gereja juga tidak mengorbankan nilai-nilai Kekristenan.
Namun di satu sisi, Gereja tidak pernah berkompromi terhadap hari Tuhan, yang kita peringati setiap hari Minggu. Di sini Gereja mengetahui secara persis, bahwa kematian Tuhan Yesus di kayu salib jatuh pada hari Jumat, dan kebangkitan-Nya adalah hari Minggu. Pada masa Gereja awal, ada sekelompok orang yang memaksakan untuk mengadakan hari Tuhan pada hari Sabat (mulai hari Jumat sore sampai Sabtu malam). Namun beberapa Santo di abad awal mempertahankan bahwa hari Tuhan adalah hari Minggu dengan alasan: 1) Yesus bangkit pada hari Minggu, 2) Yesus memperbaharui hukum dalam Perjanjian Baru dengan hukum yang baru. Dengan dasar inilah Gereja tetap teguh mempertahankan hari Minggu sebagai hari Tuhan. Namun dalam hal perayaan Natal, tidak ada yang tahu secara persis hari kelahiran Tuhan Yesus, sehingga perayaannya ditentukan dengan pertimbangan tertentu, sebagaimana disebutkan di atas, tanpa mengorbankan prinsip ajarannya.
Namun di satu sisi, Gereja tidak pernah berkompromi terhadap hari Tuhan, yang kita peringati setiap hari Minggu. Di sini Gereja mengetahui secara persis, bahwa kematian Tuhan Yesus di kayu salib jatuh pada hari Jumat, dan kebangkitan-Nya adalah hari Minggu. Pada masa Gereja awal, ada sekelompok orang yang memaksakan untuk mengadakan hari Tuhan pada hari Sabat (mulai hari Jumat sore sampai Sabtu malam). Namun beberapa Santo di abad awal mempertahankan bahwa hari Tuhan adalah hari Minggu dengan alasan: 1) Yesus bangkit pada hari Minggu, 2) Yesus memperbaharui hukum dalam Perjanjian Baru dengan hukum yang baru. Dengan dasar inilah Gereja tetap teguh mempertahankan hari Minggu sebagai hari Tuhan. Namun dalam hal perayaan Natal, tidak ada yang tahu secara persis hari kelahiran Tuhan Yesus, sehingga perayaannya ditentukan dengan pertimbangan tertentu, sebagaimana disebutkan di atas, tanpa mengorbankan prinsip ajarannya.
b.
Kalau kita amati, manusia dalam relung hatinya mempunyai keinginan untuk
menemukan Penciptanya. Penyembahan kepada dewa matahari merupakan
perwujudan bahwa menusia mengakui bahwa ada sesuatu yang lebih tinggi
daripada dirinya, dan mereka menganggap ‘sesuatu’ itu adalah matahari,
yang dipandang dapat memberikan kehidupan bagi mahluk hidup pada waktu
itu. Namun sesuai dengan prinsip “grace perfects nature atau rahmat menyempurnakan sifat alamiah”, maka tidak ada salahnya untuk mengadopsi tanggal yang sama, dengan
menyempurnakan konsep yang salah sehingga menjadi benar, dalam hal ini,
penyembahan terhadap dewa terang/ matahari dialihkan kepada penyembahan
kepada Yesus, Sang Sumber Terang, yang menciptakan matahari dan segala
ciptaan lainnya.
c. Adalah baik untuk
mempunyai tanggal tertentu (dalam hal ini 25 Desember untuk perayaan
Natal), yang setiap tahun diulang tanpa henti sampai pada akhir dunia.
Tanggal ini senantiasa akan mengingatkan kita akan kelahiran Yesus
Kristus. Kalau kita mengadakan angket di seluruh dunia, dengan
pertanyaan “Kita memperingati apakah pada tanggal 25 Desember?”, kita
dapat yakin bahwa hampir semua jawaban akan mengatakan “Hari Natal, atau
kelahiran Kristus” dan bukan merayakan dewa matahari, ataupun perayaan
lainnya.
d. Untuk umat Katolik,
melalui masa Adven, Gereja menginginkan agar seluruh umat Katolik
mempersiapkan diri menyambut datangnya Sang Raja. Dari sini kita melihat
bahwa Gereja Katolik justru mendorong kita semua untuk mengambil bagian
dalam persiapan Natal, yaitu dengan pertobatan, agar hati kita siap
menyambut kedatangan-Nya yang kita rayakan pada tanggal 25 Desember.
Namun,
bukankah Natal tidak pernah disebutkan dalam Kitab Suci? Mengapa kita
tetap merayakan Natal? Kita tahu, bahwa tidak semua hal disebutkan di
dalam Kitab Suci (lih. Yoh 21:25), termasuk kata Inkarnasi, Trinitas,
Natal. Jangan lupa juga bahwa Kitab Suci pun tidak pernah menuliskan
larangan untuk merayakan Natal. Satu hal yang pasti adalah kelahiran
Yesus disebutkan di dalam Kitab Suci. Merayakan misteri Inkarnasi,
merayakan Tuhan datang ke dunia dalam rupa manusia, merayakan bukti
cinta kasih Allah kepada manusia adalah esensi dari perayaan Natal.
Dengan demikian, perayaan Natal adalah hal yang sangat baik, karena
seluruh umat Allah memperingati belas kasih Allah. Kalau memperingati
ulang tahun anak kita adalah sesuatu yang baik – karena mengingatkan
akan kasih Allah yang memberikan anak di dalam keluarga kita, maka
seharusnya memperingati ulang tahun Sang Penyelamat kita adalah hal yang
amat sangat baik, bahkan sudah seharusnya dilakukan.
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah boleh merayakan Natal sebelum tanggal 25 Desember atau sesudah lewat masa Natal? Sebenarnya,
dari pemahaman makna Adven, kita, umat Katolik, tidak dianjurkan untuk
merayakan Natal sebelum hari Natal. Sebab justru karena kita menghargai
hari Natal sebagai hari yang sangat istimewa, maka kita perlu
mempersiapkan diri untuk menyambutnya. Persiapan ini kita lakukan dengan
masa pertobatan selama 4 minggu, yaitu mengosongkan diri kita dari
segala dosa yang menghalangi kita menyambut Sang Juru Selamat; agar pada
hari kelahiran-Nya, kita dapat mengalami lahir-Nya Kristus secara baru
di dalam hati kita. Dengan demikian, kalau kita ingin merayakan Natal
bersama keluarga, mari kita rayakan setelah Malam Natal, setelah hari
Natal, selama dalam 8 hari (Oktaf Natal). Gereja Katolik memang
merayakan Natal sejak Malam Natal sampai hari Epifani (Minggu Pertama
setelah Oktaf Natal) dan bahkan gereja-gereja memasang dekorasi Natal
sampai perayaan Pembaptisan Yesus oleh Yohanes Pembaptis (hari Minggu
setelah tanggal 6 Januari).
3. Mengapa pohon cemara?
Sejarah
pohon natal dapat ditelusuri sampai di sekitar abad ke-8, saat St.
Bonifasius (675-754), seorang uskup Inggris, menyebarkan iman Katolik di
Jerman. Pada saat dia meninggalkan Jerman dan pergi ke Roma sekitar 15
tahun lamanya, jemaat yang dia tinggalkan kembali lagi kepada kebiasaan
mereka untuk mempersembahkan kurban berhala di bawah pohon Oak.
Namun dengan berani St. Bonifasius menentang hal ini dan kemudian
menebang pohon Oak tersebut. Jemaat kemudian bertanya bagaimana caranya
mereka dapat merayakan Natal. Maka St. Bonifasius kemudian menunjuk
kepada pohon fir atau pine, yang melambangkan damai
dan kekekalan karena senantiasa hijau sepanjang tahun. Juga karena
bentuknya meruncing ke atas, maka itu mengingatkan akan surga. Bentuk
pohon yang berupa segitiga dan menjulang ke atas serta hijau sepanjang
tahun, inilah mengingatkan kita akan misteri Trinitas, Allah yang kekal
untuk selama-lamanya, yang turun ke dunia dalam diri Kristus untuk
menyelamatkan manusia.
Maka walaupun memang tradisi pohon cemara
tidak diperoleh dari jaman dan tempat asal Yesus, penggunaan pohon
cemara tidak bertentangan dengan pengajaran Kitab Suci. Dalam hal ini,
yang dipentingkan adalah maknanya: yaitu untuk mengingatkan umat
Kristiani agar mengingat misteri kasih Allah Trinitas yang kekal
selamanya, yang dinyatakan dengan kelahiran Yesus Sang Putera ke dunia
demi menebus dosa manusia.
Tradisi Masa Adven
Begitu
pentingnya peristiwa kelahiran Yesus Sang Putera, sehingga Gereja
mempersiapkan umatnya untuk memperingatinya; dan masa persiapan ini
dikenal dengan masa Adven. Kata “adven” sendiri berasal dari kata “adventus”
dari bahasa Latin, yang artinya “kedatangan”. Masa Adven yang kita
kenal saat ini sebenarnya telah melalui perkembangan yang cukup panjang.
Pada tahun 590, sinode di Macon, Gaul, menetapkan masa pertobatan dan
persiapan kedatangan Kristus. Kita juga menemukan bukti dari homili
Minggu ke-2 masa Adven dari St. Gregorius Agung (Masa kepausan 590-604).
Dari Gelasian Sacramentary, kita dapat melihat adanya 5 minggu
masa Adven, yang kemudian diubah menjadi 4 minggu oleh Paus Gregorius
VII (1073-1085). Sampai sekarang, masa Adven ini dimulai dari hari
Minggu terdekat dengan tanggal 30 November (hari raya St. Andreas)
selama 4 minggu ke depan sampai kepada hari Natal pada tanggal 25
Desember.
Masa Adven ini berkaitan dengan permenungan akan
kedatangan Kristus. Kristus memang telah datang ke dunia, Ia akan datang
kembali di akhir zaman; namun Ia tidak pernah meninggalkan Gereja-Nya
dan selalu hadir di tengah- tengah umat-Nya. Maka dikatakan bahwa
peringatan Adven merupakan perayaan akan tiga hal: peringatan akan
kedatangan Kristus yang pertama di dunia, kehadiran-Nya di tengah
Gereja, dan penantian akan kedatangan-Nya kembali di akhir zaman. Maka
kata “Adven” harus dimaknai dengan arti yang penuh, yaitu: dulu,
sekarang dan di waktu yang akan datang.
Ini adalah dasar dari
pengertian tiga macam kedatangan Kristus yang dipahami Gereja Katolik.
Pemahaman ini menjiwai persiapan rohani umat; dan hal ini tercermin
dalam perayaan liturgi dalam Gereja Katolik. Sebab di antara
kedatangan-Nya yang pertama di Betlehem dan kedatangan-Nya yang kedua di
akhir zaman, Kristus tetap datang dan hadir di tengah umat-Nya. Hanya
saja, masa Adven menjadi istimewa karena secara khusus Gereja
mempersiapkan diri untuk memperingati peristiwa besar penjelmaan Tuhan,
menjelang peringatan hari kelahiran-Nya di dunia.
Katekismus Gereja Katolik (KGK, 524) menuliskan:
KGK, 524
Dalam perayaan liturgi Adven, Gereja menghidupkan lagi penantian akan
Mesias; dengan demikian umat beriman mengambil bagian dalam persiapan
yang lama menjelang kedatangan pertama Penebus dan membaharui di
dalamnya kerinduan akan kedatangan-Nya yang kedua (Bdk. Why 22:17.).
Dengan merayakan kelahiran dan mati syahid sang perintis, Gereja
menyatukan diri dengan kerinduannya: “Ia harus makin besar dan aku harus
makin kecil” (Yoh 3:30).
Pada masa Adven, umat Katolik sering
melakukan ulah kesalehan yang baik, yang berakar selama berabad-abad.
Ulah kesalehan ini bertujuan untuk membantu mempersiapkan umat dalam
menyambut kedatangan Sang Mesias.[7]
Semua ulah kesalehan ini mengingatkan umat akan Sang Mesias yang
sebelumnya telah dinubuatkan melalui perantaraan para nabi dalam
Perjanjian Lama. Ulah kesalehan ini juga mengingatkan umat Allah akan
Kristus yang lahir dari Perawan Maria dengan begitu banyak kesulitan,
yang akhirnya terlahir, namun terlahir di kandang, di tempat yang kurang
layak. Mari sekarang kita membahas persiapan rohani yang terkait dengan
masa Adven.
1. Persiapan spiritual
Karena
masa Adven adalah masa penantian yang harus diisi dengan pertobatan,
sehingga kita mempersiapkan diri kita untuk menyambut kedatangan
Kristus, maka sudah seharusnya umat Allah mempersiapkan diri secara
spiritual. Persiapan yang terbaik adalah dengan lebih sering menerima
Sakramen Ekaristi dan juga menerima Sakramen Tobat. Sakramen Ekaristi
menyadarkan kita akan kasih Allah yang memberikan Putera-Nya untuk
bersatu dengan kita, yang dimulai dengan peristiwa Inkarnasi. Sakramen
Tobat menyadarkan kita bahwa kita sebenarnya tidak layak menyambut
Kristus karena dosa-dosa kita, namun Kristus datang ke dunia untuk
menyelamatkan kita dari belenggu dosa. Masa Adven adalah waktu yang
tepat untuk terus bertekun dalam doa-doa pribadi dan membaca Kitab Suci.
Sungguh baik kalau kita dapat mengikuti bacaan Kitab Suci mengikuti
kalender Gereja, karena bacaan-bacaan telah disusun sedemikian rupa
untuk mempersiapkan kita menyambut Sang Mesias.
Dalam masa Adven
ini, ada sebagian umat yang juga menjalankan Novena Maria dikandung
Tanpa Noda, Novena Natal dan Novena Kanak- kanak Yesus. Karena Gereja
memperingati Maria dikandung Tanpa Noda (Immaculate Conception)
pada tanggal 9 Desember, maka penghormatan kepada Bunda Maria, yang
melahirkan Kristus juga dipandang sebagai devosi yang baik. Jika devosi
ini dilaksanakan, maka sebaiknya menonjolkan teks-teks profetis, mulai
dari Kej 3:15 dan berakhir pada kabar gembira dari malaikat Gabriel
kepada Maria, yang penuh rahmat.[8]
2. Lingkaran Adven
Lingkaran Adven (Adven wreath)
adalah satu lingkaran yang biasanya terbuat dari daun-daun segar,
dengan empat lilin. Pada awal mulanya, sebelum kekristenan berkembang di
Jerman, orang- orang telah menggunakan lingkaran daun, yang atasnya
dipasang lilin untuk memberikan pengharapan bahwa musim dingin yang
gelap akan lewat. Di abad pertengahan, umat Kristen mengadaptasi
kebiasaan ini dan memberikan makna yang baru pada lingkaran daun ini
menjadi lingkaran Adven, untuk menantikan kedatangan Mesias, Sang
Terang. Dikatakan bahwa penyalaan lilin yang bertambah minggu demi
minggu sampai hari Natal merupakan permenungan akan tahapan karya
keselamatan Allah sebelum kedatangan Kristus, yang adalah Sang Terang
Dunia, yang akan menghapuskan kegelapan. (Ibid, 98))
Di
dalam dokumen Direktorium tentang Kesalehan Umat dan Liturgi, tidak
disebutkan warna lilin yang digunakan, sehingga umat dapat menggunakan
lilin warna putih ataupun ungu. Karena masa Adven juga menjadi masa
pertobatan, maka lilin dapat menggunakan warna ungu, yang menjadi simbol
pertobatan. Kemudian di Minggu ke-3, atau disebut minggu Gaudete
atau minggu sukacita, dipasang lilin berwarna merah muda, yang
menyatakan sukacita karena masa penantiaan akan telah berjalan setengah
dan akan berakhir. Ada juga kebiasaan, yang meletakkan lilin putih di
tengah, yang dinyalakan saat masa Adven selesai, yang menyatakan bahwa
Kristus telah datang.
3. Antifon Tujuh ‘O’
Gereja Katolik mengharuskan para imam untuk berdoa liturgi harian (Liturgy of the hour atau Brevier).
Walaupun doa ini diperuntukkan untuk para imam, namun kaum awam juga
dianjurkan untuk mendoakannya. Dengan demikian, alangkah baik, kalau
pada tanggal 17-23, juga diadakan ibadah sore bersama-sama di Gereja.
Doa ini begitu indah dan dalam, sehingga seseorang dapat berdoa bersama
dengan Gereja, doa berdasarkan Sabda Tuhan, dan doa bersama dengan para
santa-santo yang dirayakan dalam liturgi Gereja. Dalam masa Adven, tujuh
hari sebelum Natal, yaitu tanggal 17-23 Desember, didoakan antifon
sebagai berikut: O Sapientia (O Kebijaksanaan), O Adonai (O Tuhan), O Radix Jesse (O Pangkal Isai), O Clavis David (O Kunci Daud), O Oriens (O Bintang Fajar), O Rex Gentium (O Raja Segala Bangsa), O Emmanuel
(O Imanuel / O Tuhan beserta kita). Kalau kita mengambil inisial dari
doa tersebut mulai dari sebutan yang terakhir, maka akan membentuk
kalimat “ERO CRAS”, yang artinya Besok, Aku akan datang. Jadi,
masa penantian dalam masa Adven senantiasa dibarengi dengan pengharapan
akan kedatangan Sang Imanuel.
Antifon ini menggambarkan kerinduan
akan kedatangan Sang Mesias. Dia yang merupakan Sabda Allah (O,
Kebijaksanaan), yang akan mengajarkan manusia jalan Allah dengan cara
Sang Sabda yang adalah Allah menjadi manusia (lih. Yoh 1:1). Bagaimana
pemenuhan dari janji ini? Hal ini dipenuhi secara bertahap, dengan
menggambarkan beberapa karakter. Kalau sebelum-Nya Allah menyatakan
hukum-hukumnya dalam dua loh batu, maka nanti Dia akan menyatakannya
lewat sebuah Pribadi (O Adonai). Pribadi ini akan datang dari keturunan
Daud (O Radix Jesse), yang menggambarkan Inkarnasi, di mana semua raja
akan bertekuk lutut. Dia mempunyai kekuasaan tak terbatas, yang
digambarkan sebagai kunci Daud (O Clavis David), di mana Dia akan
mengangkat manusia dari keterpurukan. Dia akan memberikan terang (O
Oriens) kepada bangsa-bangsa. Terang ini menyinari semua orang, baik
bangsa Yahudi maupun non-Yahudi, dan Dia akan menjadi raja segala bangsa
(O Rex Gentium). Dia akan datang kepada umat manusia dan akan menyertai
(O Emmanuel) umat manusia. Itulah harapan dari umat manusia akan
kedatangan Sang Penyelamat. Dan dari rangkaian tujuh O Antifon, maka
seolah-olah Yesus menjawab kerinduan ini, dengan mengatakan ERO CRAS atau ‘Besok, Aku akan datang’. Mari kita melihat satu persatu dari antifon ini:
17 Desember (O Sapientia)
O
Kebijaksanaan, yang mengalir dari Sabda yang Maha Tinggi, menggapai
dari ujung ke ujung dengan penuh kuasa, dan dengan gembira memberikan
segala sesuatu; datang dan ajarlah kami jalan kebijaksanaan.
“Roh TUHAN akan ada padanya, roh hikmat
dan pengertian, roh nasihat dan keperkasaan, roh pengenalan dan takut
akan TUHAN; ya, kesenangannya ialah takut akan TUHAN. Ia tidak akan
menghakimi dengan sekilas pandang saja atau menjatuhkan keputusan
menurut kata orang.” (Yes 11:2-3)
“Dan inipun datangnya dari TUHAN semesta alam; Ia ajaib dalam keputusan dan agung dalam kebijaksanaan.” (Yes 28:29)
18 Desember (O Adonai)
O
Tuhan dan Penguasa dari bangsa Israel, yang telah menampakkan diri
kepada Musa dari dalam semak terbakar, dan telah memberikan kepadanya
hukum di Sinai: datang dan bebaskanlah kami dengan rengkuhan lengan-Mu.
“Tetapi
ia akan menghakimi orang-orang lemah dengan keadilan, dan akan
menjatuhkan keputusan terhadap orang-orang yang tertindas di negeri
dengan kejujuran; ia akan menghajar bumi dengan perkataannya seperti
dengan tongkat, dan dengan nafas mulutnya ia akan membunuh orang fasik.
Ia tidak akan menyimpang dari kebenaran dan kesetiaan, seperti ikat
pinggang tetap terikat pada pinggang.” (Yes 11:4-5)
“Sebab TUHAN ialah Hakim kita, TUHAN ialah yang memberi hukum bagi kita; TUHAN ialah Raja kita, Dia akan menyelamatkan kita.” (Yes 33:22)
19 Desember (O Radix Jesse)
O
Pangkal Isai, yang berdiri sebagai tanda bagi orang-orang, yang di
hadapan-Nya, seluruh raja tidak dapat membuka mulut mereka; yang
kepada-Nya seluruh bangsa harus berdoa: datang dan bebaskanlah kami,
janganlah menunda lagi.
“Suatu tunas akan keluar dari tunggul Isai, dan taruk yang akan tumbuh dari pangkalnya akan berbuah.” (Yes 11:1)
“Maka pada waktu itu taruk dari pangkal Isai akan
berdiri sebagai panji-panji bagi bangsa-bangsa; dia akan dicari oleh
suku-suku bangsa dan tempat kediamannya akan menjadi mulia.” (Yes 11:10)
20 Desember (O Clavis David)
O
Kunci Daud, dan tongkat dari bangsa Israel; Yang mana apabila Ia
membuka, tidak ada yang dapat menutup; apabila Ia menutup, tidak ada
yang dapat membuka: datang dan pimpinlah tawanan dari rumah penjara, dan
dia yang duduk dalam kegelapan dan bayang-bayang maut.
“Aku akan menaruh kunci rumah Daud
ke atas bahunya: apabila ia membuka, tidak ada yang dapat menutup;
apabila ia menutup, tidak ada yang dapat membuka.” (Yes 22:22)
“Besar kekuasaannya, dan damai sejahtera tidak akan berkesudahan di atas takhta Daud dan
di dalam kerajaannya, karena ia mendasarkan dan mengokohkannya dengan
keadilan dan kebenaran dari sekarang sampai selama-lamanya. Kecemburuan
TUHAN semesta alam akan melakukan hal ini.” (Yes 9:7)
“untuk
membuka mata yang buta, untuk mengeluarkan orang hukuman dari tempat
tahanan dan mengeluarkan orang-orang yang duduk dalam gelap dari rumah
penjara.” (Yes 42:7)
21 Desember (O Oriens)
O
Fajar Timur, Cahaya kemegahan abadi, dan matahari keadilan: Datang dan
terangilah mereka yang duduk dalam kegelapan, dan bayang-bayang maut.
“Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan telah melihat terang yang besar; mereka yang diam di negeri kekelaman, atasnya terang telah bersinar.” (Yes 9:1)
“Bangkitlah, menjadi teranglah, sebab terangmu datang,
dan kemuliaan TUHAN terbit atasmu. Sebab sesungguhnya, kegelapan
menutupi bumi, dan kekelaman menutupi bangsa-bangsa; tetapi terang TUHAN
terbit atasmu, dan kemuliaan-Nya menjadi nyata atasmu.” (Yes 60:1-2)
“Tetapi kamu yang takut akan nama-Ku, bagimu akan terbit surya kebenaran dengan kesembuhan pada sayapnya. Kamu akan keluar dan berjingkrak-jingkrak seperti anak lembu lepas kandang.” (Mal 4:2)
22 Desember (O Rex Gentium)
O
Raja Segala Bangsa, dan yang dirindukan, Batu penjuru yang membuat
bangsa Yahudi dan non-Yahudi menjadi satu: datang dan selamatkanlah
manusia, yang telah Engkau ciptakan dari debu tanah.
“Sebab
seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan
untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya
disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai.” (Yes 9:6)
“Ia akan menjadi hakim antara bangsa-bangsa
dan akan menjadi wasit bagi banyak suku bangsa; maka mereka akan
menempa pedang-pedangnya menjadi mata bajak dan tombak-tombaknya menjadi
pisau pemangkas; bangsa tidak akan lagi mengangkat pedang terhadap
bangsa, dan mereka tidak akan lagi belajar perang.” (Yes 2:4)
“sebab
itu beginilah firman Tuhan ALLAH: “Sesungguhnya, Aku meletakkan sebagai
dasar di Sion sebuah batu, batu yang teruji, sebuah batu penjuru yang
mahal, suatu dasar yang teguh: Siapa yang percaya, tidak akan gelisah!”
(Yes 28:16)
23 Desember (O Emmanuel)
O
Imanuel, Raja dan Pemberi hukum kami, harapan dari semua bangsa dan
keselamatan mereka: datang dan selamatkanlah kami, O Tuhan Allah kami.
“Sebab
itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda:
Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan
seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel.” (Yes 7:14)
Mempersiapkan Natal dengan sungguh dan menangkap arti Natal
Dari
pemaparan di atas, maka sesungguhnya menjadi jelas, bahwa masa Adven
adalah masa persiapan untuk menyambut kedatangan Kristus, yang harus
diisi dengan pertobatan, yaitu membersihkan rumah hati kita, agar
Kristus dapat lahir kembali di hati kita. Kalau kita mempersiapkan diri
dengan baik, maka kita akan mengalami Kristus yang hadir di dalam hati
kita, sehingga kita juga akan mempunyai tujuan yang sama dengan
Inkarnasi Kristus, yaitu untuk mengasihi dengan memberikan diri kepada
sesama kita. Dengan kata lain, Natal mengingatkan kita untuk dapat
berbagi kasih dengan sesama. Mari, pada masa Adven ini, kita
mempersiapkan diri kita dengan sebaik-baiknya. Datanglah ya Tuhan,
lahirlah secara baru di dalam hatiku…..!
@joecsr_777
Tidak ada komentar:
Posting Komentar