Natal
Natal | |
---|---|
Dirayakan | Mayoritas umat Kristen |
Jenis | Kristen |
Makna | Merayakan kelahiran Yesus (Isa Almasih) |
Tanggal | 25 Desember (seluruh dunia) 6 Januari (Armenia) 7 Januari (Ortodoks Timur dan Katolik) |
Perayaan | kebaktian gereja, berkumpul dengan keluarga, memberi hadiah |
Berhubungan dengan | Adven; Kelahiran Yesus, Epifani |
Natal (dari bahasa Portugis yang berarti "kelahiran") adalah hari raya umat Kristen yang diperingati setiap tahun oleh umat Kristiani pada tanggal 25 Desember untuk memperingati hari kelahiran Yesus Kristus. Natal dirayakan dalam kebaktian malam pada tanggal 24 Desember; dan kebaktian pagi tanggal 25 Desember. Beberapa gereja Ortodoks merayakan Natal pada tanggal 6 Januari (lihat pula Epifani).
Dalam tradisi barat, peringatan Natal juga mengandung aspek non-agamawi. Beberapa tradisi Natal yang berasal dari Barat antara lain adalah pohon Natal, kartu Natal, bertukar hadiah antara teman dan anggota keluarga serta kisah tentang Santa Klaus atau Sinterklas.
Etimologi
Kata “natal” berasal dari ungkapan bahasa Latin Dies Natalis (Hari Lahir). Dahulu juga dipakai istilah Melayu-Arab Maulid atau Milad. Pada negara-negara yang berbahasa Arab, hari raya ini disebut dengan Idul Milad. Dalam bahasa Inggris perayaan Natal disebut Christmas, dari istilah Inggris kuno Cristes Maesse (1038) atau Cristes-messe (1131), yang berarti Misa Kristus. Christmas biasa pula ditulis Χ'mas, suatu penyingkatan yang cocok dengan tradisi Kristen, karena huruf X dalam bahasa Yunani merupakan singkatan dari Kristus atau dalam bahasa Yunani Chi-Rho.
Dalam Alkitab bahasa Indonesia sendiri tidak dijumpai kata "Natal", yang ada hanya kelahiran Yesus.
Cerita kelahiran Yesus dalam Injil Perjanjian Baru ditulis dalam kitab Matius (Matius 1:18-2:23) dan Lukas (Lukas 2:1-21).
Menurut Lukas, Maria mengetahui dari seorang malaikat bahwa dia telah mengandung dari Roh Kudus tanpa persetubuhan. Setelah itu dia dan suaminya Yusuf meninggalkan rumah mereka di Nazaret untuk berjalan ke kota Betlehem untuk mendaftar dalam sensus yang diperintahkan oleh Agustus, Kaisar Romawi pada saat itu. Karena mereka tidak mendapat tempat untuk menginap di kota itu, bayi Yesus dibaringkan di sebuah palungan (malaf)[1][2]. Kelahiran Kristus di Betlehem Efrata, Yudea, di kampung halaman Daud, nenek moyang Yusuf, memenuhi nubuat nabi Mikha (Mikha 5:1-2). (Di Israel purba mereka mengenal ada dua kota Betlehem, kota Betlehem satunya lagi berada di tanah Zebulon.)
Matius mencatat silsilah dan kelahiran Yesus dari seorang perawan, dan kemudian beralih ke kedatangan orang-orang majus dari Timur
-- yang diduga adalah Arabia atau Persia -- untuk melihat Yesus yang
baru dilahirkan. Orang-orang bijak tersebut mula-mula tiba di Yerusalem dan melaporkan kepada raja Yudea, Herodes Agung, bahwa mereka telah melihat sebuah bintang -- yang sekarang disebut Bintang Betlehem
-- menyambut kelahiran seorang raja. Penelitian lebih lanjut memandu
mereka ke Betlehem Yudea dan rumah Maria dan Yusuf. Mereka
mempersembahkan emas, kemenyan, dan mur
kepada bayi Yesus. Ketika bermalam, orang-orang majus itu mendapatkan
mimpi yang berisi peringatan bahwa Raja Herodes merencanakan pembunuhan
terhadap anak tersebut. Karena itu mereka memutuskan untuk langsung
pulang tanpa memberitahu Herodes suksesnya misi mereka. Matius kemudian
melaporkan bahwa keluarga Yesus kabur ke Mesir
untuk menghindari tindakan Raja Herodes yang memutuskan untuk membunuh
semua anak di bawah dua tahun di Betlehem untuk menghilangkan saingan
terhadap kekuasaannya. Setelah kematian Herodes, Yesus dan keluarga
kembali dari Mesir, tetapi untuk menghindar dari raja Yudea baru (anak
Herodes Agung, yakni Herodes Arkhelaus) mereka pergi ke Galilea dan tinggal di Nazaret.
Sisi lain dari cerita kelahiran Yesus yang disampaikan oleh kitab Injil Lukas adalah penyampaian berita itu oleh para malaikat kepada para gembala. Dalam Injil Matius dicatat bahwa ada orang-orang Majus dari Timur
datang ke Yudea karena melihat sebuah bintang yang besar bersinar di
atas wilayah Yerusalem. Mereka mengikuti bintang itu hingga ke kota
Betlehem, tempat kelahiran Yesus. Beberapa astronom dan sejarawan
telah berusaha menjelaskan gabungan sejumlah peristiwa angkasa yang
dapat ditelusuri yang mungkin dapat menerangkan penampakan bintang
raksasa yang tidak pernah dilihat sebelumnya itu, pendapat yang paling
kuat adalah dari Johannes Kepler, yang menerangkan bahwa Bintang Natal
atau Bintang Betlehem itu secara astronomik adalah konjungsi planet
Jupiter dan Saturnus pada konstalasi Pisces. Dan konjungsi ini memang
benar terjadi pada bulan Desember tahun 7 SM.
Mula-mula orang-orang Majus itu bertanya-tanya kepada penduduk
Yerusalem, kemudian mereka dibawa menghadap raja Herodes. Raja Herodes
bertanya kepada ahli kitab, di mana Mesias akan dilahirkan. Berdasarkan Alkitab,
Mesias akan dilahirkan di Betlehem dan informasi ini dipakai untuk
membantu para orang majus mengetahui letak di mana Yesus dilahirkan.
Herodes minta akan setelah bertemu bayi itu agar mereka kemudian dapat
melaporkan kepada Herodes. Tetapi karena mengetahui niat Herodes yang
jahat , para orang majus tidak kembali melaporkan kepada Herodes.
Asal-mula peringatan Natal
Peringatan hari kelahiran Yesus tidak pernah menjadi perintah Kristus
untuk dilakukan. Cerita dari Perjanjian Baru tidak pernah menyebutkan
adanya perayaan hari kelahiran Yesus dilakukan oleh gereja awal. Klemens
dari Aleksandria mengejek orang orang yang berusaha menghitung dan
menentukan hari kelahiran Yesus. Dalam abad abad pertama hidup
kerohanian anggota anggota jemaat lebih diarahkan kepada kebangkitan
Yesus. Natal tidak mendapat perhatian. Perayaan hari ulang tahun umumnya
– terutama oleh Origenes – dianggap sebagai suatu kebiasaan kafir:
orang orang seperti Firaun dan Herodes yang merayakan hari ulang tahun
mereka. Orang Kristen tidak berbuat demikian: orang Kristen merayakan
hari kematiannya sebagai hari ulang tahunnya.
Tetapi di sebelah Timur
orang telah sejak dahulu memikirkan mukjizat pemunculan Allah dalam
rupa manusia. Menurut tulisan tulisan lama suatu sekte Kristen di Mesir
telah merayakan "pesta Epifania"
(pesta Pemunculan Tuhan) pada tanggal 4 Januari. Tetapi yang
dimaksudkan oleh sekte ini dengan pesta Epifania ialah munculnya Yesus
sebagai Anak Allah – yaitu pada waktu Ia dibaptis di sungai Yordan.
Gereja sebagai keseluruhan bukan saja menganggap baptisan Yesus sebagai
Epifania, tetapi terutama kelahiran-Nya di dunia. Sesuai dengan anggapan
ini Gereja Timur merayakan pesta Epifania pada tanggal 6 Januari
sebagai pesta kelahiran dan pesta baptisan Yesus.
Perayaan kedua pesta ini berlangsung pada tanggal 5 Januari malam
(menjelang tanggal 6 Januari) dengan suatu tata ibadah yang indah, yang
terdiri dari Pembacaan Alkitab dan puji pujian. Ephraim dari Syria
menganggap Epifania sebagai pesta yang paling indah. Ia katakan: “Malam
perayaan Epifania ialah malam yang membawa damai sejahtera dalam dunia.
Siapakah yang mau tidur pada malam, ketika seluruh dunia sedang berjaga
jaga?” Pada malam perayaan Epifania semua gedung gereja dihiasi dengan
karangan bunga. Pesta ini khususnya dirayakan dengan gembira di gua
Betlehem, tempat Yesus dilahirkan.
Sejarah
Perayaan Natal baru dimulai pada sekitar tahun 200 M di Aleksandria
(Mesir). Para teolog Mesir menunjuk tanggal 20 Mei tetapi ada pula pada
19 atau 20 April. Di tempat-tempat lain perayaan dilakukan pada tangal 5
atau 6 Januari; ada pula pada bulan Desember. Perayaan pada tanggal 25
Desember dimulai pada tahun 221 oleh Sextus Julius Africanus, dan baru
diterima secara luas pada abad ke-5. Ada berbagai perayaan keagamaan
dalam masyarakat non-Kristen pada bulan Desember. Dewasa ini umum
diterima bahwa perayaan Natal pada tanggal 25 Desember adalah penerimaan
ke dalam gereja tradisi perayaan non-Kristen terhadap (dewa) matahari: Solar Invicti (Surya tak Terkalahkan), dengan menegaskan bahwa Yesus Kristus adalah Sang Surya Agung itu sesuai berita Alkitab (lihat Maleakhi 4:2; Lukas 1:78; Kidung Agung 6:10).
Tanggal
Ada pendapat yang berkata bahwa tanggal 25 Desember bukanlah tanggal hari kelahiran Yesus.[rujukan?] Pendapat ini diperkuat berdasarkan kenyataan bahwa pada malam tersebut para gembala masih menjaga dombanya di padang rumput. (Lukas 2:8).
Pada bulan Desember tidak mungkin para gembala masih bisa menjaga
domba-dombanya di padang rumput sebab musim dingin pada saat tersebut
telah tiba jadi sudah tidak ada rumput yang tumbuh lagi. Para pendukung
tanggal kelahiran bulan Desember berpendapat meski musim dingin,
domba-domba tetap tinggal di kandangnya di padang rumput dan tetap
dijaga oleh gembala, dan meski tidak ada rumput, padang rumput tetaplah
disebut padang rumput.
Ada juga pendapat yang berkata bahwa perayaan Natal bersumber dari tradisi Romawi pra-Kristen, peringatan bagi dewa pertanian Saturnus jatuh pada suatu pekan di bulan Desember dengan puncak peringatannya pada hari titik balik musim dingin (winter solstice) yang jatuh pada tanggal 25 Desember dalam kalender Julian.
Peringatan yang disebut Saturnalia tersebut merupakan tradisi sosial
utama bagi bangsa Romawi. Agar orang-orang Romawi dapat menganut agama Kristen tanpa meninggalkan tradisi mereka sendiri, atas dorongan dari kaisar Kristen pertama Romawi, Konstantin I, Paus Julius I memutuskan pada tahun 350 bahwa kelahiran Yesus diperingati pada tanggal yang sama. Namun pandangan ini disanggah oleh Gereja Ritus Timur,
karena Gereja Ritus Timur sudah merayakan kelahiran Yesus sejak abad
ke-2, sebelum Gereja di Roma menyatakan perayaan Natal pada tanggal 25
Desember.
Oleh karena itu, ada beberapa aliran Kristen yang tidak merayakan
tradisi Natal karena dianggap berasal dari tradisi kafir Romawi, yaitu
aliran Gereja Yesus Sejati, Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh, Gereja Baptis Hari Ketujuh, Perserikatan Gereja Tuhan, kaum Yahudi Mesianik, dan Gereja Jemaat Allah Global Indonesia. Saksi-Saksi Yehuwa juga tidak merayakan Natal.
Ada sejumlah naskah kuno yang mencatat bahwa Yesus ditempatkan di rahim Maria tanggal 25 Desember.[3] Penafsiran Kitab Hagai mengindikasikan tanggal itu merupakan tanggal datangnya Yesus ke dalam rahim Maria, yaitu Hagai 2:18-20:
“ | Perhatikanlah mulai dari hari ini dan selanjutnya--mulai dari hari yang kedua puluh empat bulan kesembilan. Mulai dari hari diletakkannya dasar bait TUHAN perhatikanlah apakah benih masih tinggal tersimpan dalam lumbung, dan apakah pohon anggur dan pohon ara, pohon delima dan pohon zaitun belum berbuah? Mulai dari hari ini Aku akan memberi berkat! | ” |
Tanggal 24 bulan ke-9 (Kislev) dalam kalender Yahudi jatuh sekitar tanggal 25 Desember dalam kalender Gregorian.
Meskipun kapan Hari Natal jatuh masih menjadi perdebatan, agama Kristen pada umumnya sepakat untuk menetapkan Hari Natal jatuh setiap tanggal 25 Desember dalam Kalender Gregorian ini didasari atas kesadaran bahwa penetapan hari raya liturgis lain seperti Paskah dan Jumat Agung tidak didapat dengan pendekatan tanggal pasti namun hanya berupa penyelenggaraan kembali acara-acara tersebut dalam satu tahun liturgi, yang bukan mementingkan ketepatan tanggalnya namun esensi atau inti dari setiap peringatan tersebut untuk dapat diwujudkan dari hari ke hari.
Tahun
Tahun kalender Masehi diciptakan pada abad ke-6 oleh seorang biarawan yang bernama Dionysius Exignus. Tahun Masehi yang kita gunakan sekarang ini disebut juga anno Domini (Tahun Tuhan).
Bagaimana ia bisa mengetahui bahwa Tuhan Yesus dilahirkan pada tahun 1
SM? Ia mengambil data dari catatan sejarah yang menyatakan bahwa pada
tahun 754 kalender Romawi itu adalah tahun ke 15 dari pemerintahan Kaisar Tiberius seperti yang tercantum di Lukas 3:1-2. Data inilah yang dijadikan patokan olehnya untuk mengawali tahun 1 SM.
Di samping itu ia juga mengambil data dari Lukas 2:1-2 yang menyatakan bahwa Kirenius (Gubenur dari Siria) pertama kali menjalankan program sensus.
Walaupun demikian masih juga orang yang meragukannya, sebab menurut sejarahwan Yahudi yang bernama Flavius Yosefus, raja Herodes meninggal dunia pada tahun 4 SM
sehingga konsekuensinya tanggal lahir Yesus harus dimundurkan sebanyak
empat tahun. Tapi teori ini pun tidak benar, sebab ia menganalisa tahun
tersebut berdasaran adanya gerhana bulan pada tahun saat Herodes meninggal dunia yang terjadi di Yerusalem pada tanggal 13 Maret tahun 4 SM.
Tradisi
Banyak tradisi perayaan Natal di barat
yang merupakan pengembangan kemudian dengan menyerap unsur berbagai
kebudayaan. Pohon natal di gereja atau di rumah-rumah mungkin
berhubungan dengan tradisi Mesir, atau Ibrani kuno. Ada pula yang
menghubungkannya dengan pohon khusus di taman Eden (lihat Kejadian 2:9).
Tetapi dalam kehidupan pra-Kristen Eropa memang ada tradisi menghias
pohon dan menempatkannya dalam rumah pada perayaan tertentu. Tradisi
“Pohon Terang” modern berkembang dari Jerman pada abad ke-18.
Terdapat pula tradisi mengirim Kartu Natal, yang dimulai pada tahun 1843 oleh John Callcott Horsley
dari Inggris. Biasanya dengan gambar yang berhubungan dengan kisah
kelahiran Yesus Kristus dan disertai tulisan: Selamat Hari Natal dan
Tahun Baru. Dewasa ini orang memakai teknologi informasi (email)
berkirim kartu Natal elektronik.
Juga dalam rangka perayaan Natal dikenal di Indonesia tradisi
Sinterklaas, yang berasal dari Belanda. Tradisi yang dirayakan pada
tanggal 6 Desember ini, berhubungan dengan St. Claus (Santa Nikolas),
seorang tokoh legenda, yang mengunjungi rumah anak-anak pada malam
dengan kereta salju terbang ditarik beberapa ekor rusa kutub
membagi-bagi hadiah. Dalam dunia modern, perayaan Natal secara sekuler
lebih menekankan aspek saling memberi hadiah Natal, sehingga ada yang
beranggapan Santa Nikolas makin lebih penting daripada Yesus Kristus.
Dalam tradisi Sinterklass Belanda – tokoh yang digambarkan oleh suatu
iklan minuman Amerika sejak tahun 1931 sebagai seorang tua gendut,
bercambang putih dan berpakain merah dengan sepatu bot, ikat pinggang
hitam, dan topi runcing lembut ini – menjadi bagian dari acara keluarga
(untuk mendisiplin anak-anak) dengan mengunjungi rumah-rumah disertai
pembantu berkulit hitam (Zwarte Pit) yang memikul karung berisi hadiah
untuk anak yang baik; tetapi karung itu juga tempat anak-anak nakal
dimasukkan untuk dibawa pergi. Yang sering kita lihat juga Natal
dimeriahkan dengan banyak cahaya lampu berkelap-kelip. Selain untuk
menambah semarak perayaan, ini juga memiliki pemahaman cahaya yang ada,
maksudnya adalah Kristus akan mengusir kuasa kegelapan.
Berbeda dengan tradisi perayaan Natal di barat,
perayaan Natal ritus timur banyak mengandung aspek rohani seperti
puasa, bermazmur, membaca Alkitab, dan puji-pujian. Di Gereja-gereja
Arab, boleh dibilang tidak ada perayaan Natal tanpa didahului puasa.
Gereja Ortodoks Syria melakukan persiapan Natal dengan berpuasa selama
10 hari. Sementara di Gereja Ortodoks Koptik puasanya lebih lama lagi,
yaitu sejak minggu terakhir November. Jadi, sekitar 40 hari. Waktu iftar (buka puasa) pada tanggal 7 Januari pagi. Puasa pra-Natal ini disebut dengan puasa kecil (Shaum el-Shagir).
Meskipun agak berbeda dalam tradisi, secara prinsip cara ini tidak jauh
berbeda dengan cara berpuasa Gereja-gereja Orthodoks lain.
Makna Lilin Dalam Natal
Dalam masa Natal, Lilin menggambarkan atau memberikan gambaran tentang Kristus. Kristus dilambangkan sebagai terang bagi dunia yang gelap. Di dalam Alkitabpun tertulis tentang terang, di dalam Perjanjian Lama,Yesaya 9 : 1-6, “terang yang besar”, sedangkan di dalam Perjanjian Baru, Yohanes 1 : 1-18,” terang manusia”.
Bukan hanya di dalam peribadahan saja, di rumah-rumah dan di
toko-toko kerap di hias dengan lampu-lampu yang kelap-kelip, hal ini
muncul sejak zaman patristik sebagai gambaran akan terang yang
mengalahkan kegelapan. Penggunaan lilin dan lampu-lampu kelap-kelip merupakan pengaruh dari pesta cahaya Yahudi atau Hanukah. Hari raya Hanukkah dirayakan sekitar masa Adven dan Natal, dan terkadang sering diplesetkan dengan istilah Natal Yahudi.
Ekonomi
Natal biasanya merupakan stimulus ekonomi tahunan terbesar di
berbagai negara di dunia. Penjualan barang-barang meningkat tajam di
berbagai area retail, dan pada musim Natal orang-orang membeli berbagai
hadiah, dekorasi, dan persediaan Natal. Industri yang bergantung pada
penjualan di musim Natal antara lain kartu Natal, pohon Natal, dan lain-lain.
Selain kegiatan ekonomi terbesar, Hari Natal di berbagai negara Barat
merupakan hari paling sepi bagi dunia bisnis; hampir semua toko retail,
institusi bisnis dan komersial tutup, dan hampir semua industri
berhenti beroperasi. Studio-studio film merilis berbagai film berbiaya
tinggi pada musim Natal untuk menghibur orang-orang, yang sedang
berlibur.
Sosial
Selama puasa, jemaat gereja-gereja Koptik, seperti Gereja Koptik
Sayidah el-Adzra’ (Santa Maria), di Madinat al-Tahrir, Imbaba, Kairo
mempunyai kebiasaan hanya makan sekali sehari dengan menu makanan
semacam tempe (dari kacang-kacangan), namanya tamiya atau falafel
yang dimakan dengan sepotong roti dan air putih. Karena itu, uang
belanja yang biasanya mereka belikan daging dan menu lumayan mewah
lainnya dikumpulkan dan diserahkan langsung kepada orang orang miskin
yang dikoordinasi oleh Gereja.
@joecsr_777
Tidak ada komentar:
Posting Komentar